Konsep Pendidikan Islam
Rabu, 02 April 2014
0
komentar
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Pendahuluan
Petunjuk pendidikan dalam al-Qur’an tidak terhimpun dalam kesatuan
pragmen tetapi ia diungkapkan dalam berbagai ayat dan surat al-Qur’an, sehingga
untuk menjelaskannya perlu melalui tema-tema pembahasan yang relevan dan ayat-ayat
yang memberikan informasi-informasi pendidikan yang dimaksud.
Al-Qur’an mengintroduksikan dirinya sebagai pemberi petunjuk kepada
jalan yang lebih lurus (Q.S. Al-Israa: 19)
وَمَنْ أَرَادَ الآخِرَةَ وَسَعَى لَهَا سَعْيَهَا وَهُوَ مُؤْمِن ٌ
فَأُوْلَائِكَ كَانَ سَعْيُهُمْ مَشْكُورا ً
“Dan berapa banyaknya kaum sesudah Nuh telah Kami binasakan. Dan
cukupkan Tuhanmu Maha Mengetahui lagi Maha Melihat dosa hamba-hamba-Nya.”[1]
Petunjuk-petunjuknya bertujuan memberi kesejahteraan dan
kebahagiaan bagi manusia, baik secara pribadi maupun kelompok, dan karena itu
ditemukan petunjuk-petunjuk bagi manusia dalam kedua bentuk tersebut.
Muhammad Rasulullah dipandang sukses dalam mendidik masyarakatnya
menjadi masyarakat yang berbudi tinggi dan akhlak mulia. Pada mulanya
masyarakat Arab adalah masyarakat jahiliyah, sehingga perkataan primitif tidak
cukup untuk menggambarkannya, hingga datang Rasulullah yang membawa mereka
untuk meninggalkan kejahiliahan tersebut dan mencapai suatu bangsa yang
berbudaya dan berkepribadian yang tinggi, bermoral serta memberi pengetahuan.
Nabi Muhammad Saw sebagai utusan Allah untuk manusia di bumi ini di
beri kuasa oleh Allah sebagai penerima wahyu, yang diberi tugas untuk
mensucikan dan mengajarkan manusia sebagaimana dalam surat al-Baqarah ayat 151.
Dalam ayat tersebut mensucikan diartikan dengan mendidik, sedang mengajar tidak
lain kecuali mengisi benak anak didik dengan pengetahuan yang berkaitan dan
metafisika dan fisika.
Pada makalah ini akan dibahas konsep pendidikan menurut Al-Qur’an
yang akan mencoba menafsirkan ayat-ayat yang berkaitan dengan konsep pendidikan
yaitu dalam surat Al-Baqarah ayat 31-34, surat Al-Baqarah ayat 129 dan 151, dan
surat Luqman ayat 13-14.
B.
Rumusan Masalah
1.
Pengertian
Konsep dan Pendidikan Islam?
2.
Konsep
Pendidikan Menurut Al-Qur’an?
3.
Bagaimana
Tafsir Ayat Tentang Pendidikan?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Konsep dan Pendidikan Islam
Konsep berasal dari bahasa Inggris “concept” yang berarti “ide yang
mendasari sekelas sesuatu objek”,dan “gagasan atau ide umum”. Kata tersebut
juga berarti gambaran yang bersifat umum atau abstrak dari sesuatu.
Dalam kamus Bahasa Indonesia, konsep diartikan dengan (1) rancangan
atau buram surat tersebut. (2) Ide atau pengertian yang diabstrakkan dari
peristiwa konkrit (3) gambaran mental dari objek, proses ataupun yang ada
diluar bahasa yang digunakan untuk memahami hal- hal lain.[2]
Sedangkan pengertian pendidikan menurut Mohamad Natsir adalah suatu
pimpinan jasmani dan ruhani menuju kesempurnaan kelengkapan arti kemanusiaan dengan
arti sesungguhnya.[3]
Menurut Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Bab 1
ayat 1, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Kemudian pengertian pendidikan Islam antara lain menurut Dr. Yusuf
Qardawi sebagaimana dikutip Azyumardi Azra memberi pengertian pendidikan Islam
yaitu pendidikan manusia seutuhnya, akal dan hatinya, rohani dan jasmaninya,
akhlak dan keterampilannya. Karena pendidikan Islam menyiapkan manusia untuk
hidup dan menyiapkan untuk menghadapi masyarakat dengan segala kebaikan dan
kejahatannya, manis pahitnya.[4]
Endang Saefuddin Anshari memberi pengertian secara lebih tehnis,
pendidikan Islam sebagai proses bimbingan (pimpinan, tuntunan dan usulan) oleh
subyek didik terhadap perkembangan jiwa (pikiran, perasaan, kemauan, intuisi),
dan raga obyek didik dengan bahan-bahan materi tertentu, pada jangka waktu
tertentu, dengan metode tertentu dan dengan alat perlengkapan yang ada ke arah
terciptanya pribadi tertentu disertai evaluasi sesuai ajaran Islam. Pendidikan
Islam adalah suatu proses pembentukan individu berdasarkan ajaran-ajaran Islam
yang diwahyukan Allah SWT kepada Muhammad Saw.[5]
Sedangkan menurut hasil rumusan Seminar Pendidikan Islam
se-Indonesia tahun 1960, memberikan pengertian pendidikan Islam sebagai:
“bimbingan terhadap pertumbuhan rohani dan jasmani menurut ajaran Islam dengan
hikmah mengarahkan, mengajarkan, melatih, mengasuh dan mengawasi berlakunya
semua ajaran Islam.”
Berdasarkan beberapa pengertian diatas, terdapat perbedaan antara
pengertian pendidikan secara umum dengan pendidikan Islam. Pendidikan secara
umum merupakan proses pemindahan nilai-nilai budaya dari satu generasi ke
generasi berikutnya. Perbedaan tersebut dalam hal nilai-nilai yang dipindahkan
(diajarkan). Dalam pendidikan Islam, nilai-nilai yang dipindahkan berasal dari
sumber-sumber nilai Islam yakni Al-Qur’an, Sunah dan Ijtihad.
Jadi, pendidikan Islam merupakan proses bimbingan baik jasmani dan
rohani berdasarkan ajaran-ajaran agama Islam menuju kepada terbentuknya
kepribadian muslim sesuai dengan ukuran-ukuran Islam.
B.
Konsep Pendidikan Menurut Al-Qur’an
Merujuk kepada informasi al-Qur’an pendidikan mencakup segala aspek
jagat raya ini, bukan hanya terbatas pada manusia semata, yakni dengan
menempatkan Allah sebagai Pendidik Yang Maha Agung. Konsep pendidikan al-Qur’an
sejalan dengan konsep pendidikan Islam yang dipresentasikan melalui kata
tarbiyah, ta’lim dan ta’dib.
Tarbiyah berasal dari kata Robba, pada hakikatnya merujuk kepada
Allah selaku Murabby (pendidik) sekalian alam. Kata Rabb (Tuhan) dan Murabby
(pendidik) berasal dari akar kata seperti termuat dalam ayat al-Qur’an:
وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَّبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرا ً
“Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh
kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya,
sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil". (Q.S.
Al-Israa:24) [6]
Menurut Syed Naquib Al-Attas, al-tarbiyah mengandung pengertian
mendidik, memelihara menjaga dan membina semua ciptaan-Nya termasuk manusia,
binatang dan tumbuhan. Sedangkan Samsul Nizar menjelaskan kata al-tarbiyah
mengandung arti mengasuh, bertanggung jawab, memberi makan, mengembangkan,
memelihara, membesarkan, menumbuhkan dan memproduksi baik yang mencakup kepada
aspek jasmaniah maupun rohaniah
Kata Rabb di dalam Al-Qur’an diulang sebanyak 169 kali dan
dihubungkan pada obyek-obyek yang sangat banyak. Kata Rabb ini juga sering
dikaitkan dengan kata alam, sesuatu selain Tuhan. Pengkaitan kata Rabb dengan
kata alam tersebut seperti pada surat Al-A’raf ayat 61:
قَالَ يَاقَوْمِ
لَيْسَ بِي ضَلاَلَة ٌ وَلَكِنِّي رَسُول ٌ مِنْ رَبِّ الْعَالَمِينَ
“ Nuh menjawab: Hai kaumku, tak ada padaku kesesatan sedikitpun tetapi aku adalah utusan Tuhan semesta alam.”
Pendidikan diistilahkan dengan ta’dib, yang berasal dari kata
kerja “addaba” . Kata al-ta’dib diartikan kepada proses mendidik yang lebih
tertuju pada pembinaan dan penyempurnaan akhlak atau budi pekerti peserta didik
(Samsul Nizar, 2001: 90). Kata ta’dib tidak dijumpai langsung dalam al-Qur’an,
tetapi pada tingkat operasional, pendidikan dapat dilihat pada praktek yang
dilakukan oleh Rasulullah. Rasul sebagai pendidik agung dalam pandangan
pendidikan Islam, sejalan dengan tujuan Allah mengutus beliau kepada manusia
yaitu untuk menyempurnakan akhlak (Jalaluddin, 2003: 125). Allah juga
menjelaskan, bahwa sesungguhnya Rasul adalah sebaik-baik contoh teladan bagi
kamu sekalian.
لَقَدْ كَانَ
لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَة ٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ
وَالْيَوْمَ الآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرا
“Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang
baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap rahmat Allah dan kedatangan hari
kiamat dan dia banyak menyebut Allah”.
Selanjutnya Rasulullah Saw meneruskan wewenang dan tanggung jawab
tersebut kepada kedua orang tua selaku pendidik kodrati. Dengan demikian status
orang tua sebagai pendidik didasarkan atas tanggung jawab keagamaan, yaitu
dalam bentuk kewajiban orang tua terhadap anak, mencakup memelihara dan
membimbing anak, dan memberikan pendidikan akhlak kepada keluarga dan
anak-anak.
Pendidikan disebut dengan ta’lim yang berasal dari kata ‘alama
berkonotasi pembelajaran yaitu semacam proses transfer ilmu pengetahuan. Dalam
kaitan pendidikan ta’lim dipahami sebagai sebagai proses bimbingan yang
dititikberatkan pada aspek peningkatan intelektualitas peserta didik
(Jalaluddin, 2003: 133). Proses pembelajaran ta’lim secara simbolis dinyatakan
dalam informasi al-Qur’an ketika penciptaan Adam As oleh Allah Swt. Adam As
sebagai cikal bakal dari makhluk berperadaban (manusia) menerima pemahaman
tentang konsep ilmu pengetahuan langsung dari Allah Swt, sedang dirinya (Adam
As) sama sekali kosong. Sebagaimana tertulis dalam surat al-Baqarah ayat 31 dan
32:
وَعَلَّمَ آدَمَ
الأَسْمَاءَ كُلَّهَا ثُمَّ عَرَضَهُمْ عَلَى الْمَلاَئِكَةِ فَقَالَ أَنْبِئُونِي
بِأَسْمَاءِ هَاؤُلاَء إِنْ كُنتُمْ صَادِقِينَ
“Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda)
seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para malaikat lalu berfirman:
“Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang orang-orang yang
benar.”
قَالُوا
سُبْحَانَكَ لاَ عِلْمَ لَنَا إِلاَّ مَا عَلَّمْتَنَا إِنَّكَ أَنْتَ الْعَلِيمُ
الْحَكِيمُ
“ Mereka menjawab, “Maha suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui
selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami, sesungguhnya Engkaulah
yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”
Dari ketiga konsep diatas, terlihat hubungan antara tarbiyah,
ta’lim dan ta’dib. Ketiga konsep tersebut menunjukkan hubungan teologis
(nilai tauhid) dan teleologis (tujuan) dalam pendidikan Islam sesuai al-Qur’an
yaitu membentuk akhlak al-karimah.
C.
Ayat-ayat yang berhubungan dengan
pendidikan
1.
Surat al-Baqarah ayat 129
رَبَّنَا وَابْعَثْ فِيهِمْ رَسُولا ً مِنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ
آيَاتِكَ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَيُزَكِّيهِمْ إِنَّكَ أَنْتَ
الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
“ Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka seorang Rasul dari
kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan
mengajarkan kepada mereka Al-Kitab (Al-Qur’an) dan hikmah serta mensucikan
mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”[7]
Penjelasan dari ayat diatas, makna Dia yakni Allah mengajar Adam
nama-nama benda seluruhnya, yakni memberinya potensi pengetahuan tentang
nama-nama atau kata-kata yang digunakan menunjuk benda-benda, atau
mengajarkannya mengenal fungsi benda-benda.
Ayat ini menginformasikan bahwa manusia dianugerahi potensi
untuk mengetahui nama atau fungsi dan karakteristik benda-benda, misalnya
fungsi api, fungsi angin dan sebagainya. Dia juga dianugerahi potensi untuk
berbahasa. Sistem pengajaran bahasa kepada manusia (anak-anak) bukan dimulai
dengan mengajarkan kata kerja, tetapi mengajarnya terlebih dahulu nama-nama
(yang mudah), seperti ini papa, ini mama, itu pena, itu pensil dan sebagainya.
Itulah sebagian makna yang dipahami oleh para ulama dari firman-Nya: Dia
mengajar Adam nama-nama (benda) seluruhnya.
Bagi ulama-ulama yang memahami pengajaran nama-nama kepada Adam As,
dalam arti mengajarkan kata-kata, diantara mereka ada yang berpendapat bahwa
kepada beliau dipaparkan benda-benda itu, dan pada saat yang sama beliau
mendengar suara yang menyebut nama benda yang dipaparkan itu. Ada juga yang
berpendapat bahwa Allah mengilhamkan kepada Adam As nama benda itu pada saat
dipaparkannya sehingga beliau memiliki kemampuan untuk memberi kepada
masing-masing benda nama-nama yang membedakannya dari benda-benda yang lain.
Pendapat ini lebih baik dari pendapat pertama. Ia pun tercakup oleh kata
mengajar karena mengajar tidak selalu dimaknakan menyampaikan suatu kata atau
idea, tetapi dapat juga berarti mengasah potensi yang dimilki peserta didik
sehingga pada akhirnya potensi itu terasah dan dapat melahirkan aneka pengetahuan.
Apapun tafsiran ayat tersebut, namun yang pasti salah satu
keistimewaan manusia adalah kemampuannya mengekspresikan apa yang terlintas
dalam benaknya serta kemampuannya menangkap bahasa sehingga mengantarkannya
untuk mengetahui. Kemampuan manusia merumuskan idea dan memberi nama bagi
segala sesuatu merupakan langkah menuju terciptanya manusia berpengetahuan dan
lahirnya ilmu pengetahuan.
Kata al-‘alim terambil dari akar kata ‘ilm berarti menjangkau
sesuatu sesuai dengan keadaannya yang sebenarnya. Bahasa Arab menggunakan semua
kata yang tersusun dari huruf ‘ain, lam dan mim dalam berbagai bentuknya untuk
menggambarkan sesuatu yang sedemikian jelas sehingga tidak menimbulkan
keraguan. Allah Swt menamai dirinya “alim karena pengetahuan-Nya yang amat
jelas sehingga terungkap baginya hal-hal yang sekecil-kecilnya apapun.
Pengetahuan semua makhluk bersumber dari
pengetahuan-Nya. “Allah mengetahui apa-apa yang dihadapan mereka dan di
belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan
apa yang dikehendaki-Nya.”
Melalui informasi ayat diatas, diketahui bahwa pengetahuan yang
dianugerahkan Allah Swt kepada Adam As, atau potensi untuk mengetahui segala
sesuatu dari benda-benda dan fenomena alam merupakan bukti kewajaran Adam As
menjadi khalifah di muka bumi ini.
Kekhalifahan di bumi adalah kekhalifahan yang bersumber dari Allah
Swt, yang antara lain bermakna melaksanakan apa yang dikehendaki Allah
menyangkut bumi ini. Dengan demikian pengetahuan atau potensi yang
dianugerahkan Allah itu merupakan syarat sekaligus modal utama untuk mengelola
bumi ini. Tanpa pengetahuan atau pemanfaatan potensi berpengetahuan, maka tugas
kekhalifahan manusia akan gagal, walau dia tekun beribadah kepada Allah Swt,
serupa dengan sujud dan ketaatan malaikat. Akhirnya, Allah Swt, bermaksud
menegaskan bahwa bui tidak dikelola semata-mata hanya dengan tasbih dan tahmid
tetapi dengan amal ilmiah dan ilmu amaliyah.
2.
Surat al-Baqarah ayat 151
كَمَا أَرْسَلْنَا فِيكُمْ رَسُولا ً مِنْكُمْ يَتْلُو
عَلَيْكُمْ آيَاتِنَا وَيُزَكِّيكُمْ وَيُعَلِّمُكُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ
وَيُعَلِّمُكُمْ مَا لَمْ تَكُونُوا تَعْلَمُونَ
“Sebagaimana (Kami telah menyempurnakan nikmat Kami
kepadamu), Kami telah mengutus kepadamu Rasul diantara kamu yang membacakan
ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu
al-Kitab dan hikmah, serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu
ketahui.”[8]
Adapun surat al-Baqarah ayat 129 memuat tentang do’a nabi Ibrahim
As supaya Allah menurunkan di kalangan anak cucu keturunannya seorang Rasul
yang menyampaikan pokok-pokok pendidikan dan pengajaran agar mereka kembali
kepada kesuciannya. Dan Rasul yang dimaksud adalah Nabi Muhammad Saw, beliau
membawa petunjuk pendidikan dan pengajaran untuk dapat mereka pedomani dalam
kehidupannya.
Rasul yang domohonkan (Nabi Muhammad Saw) bertugas untuk terus
membacakan kepada umatnya ayat-ayat Allah baik berupa wahyu yang diturunkan,
maupun alam raya yang diciptakan, dan terus mengajarkan kepada mereka kandungan
al-Kitab yaitu al-Qur’an, atau tulis baca, dan al-Hikmah yakni Sunnah, atau
kebijakan dan kemahiran melaksanakan hal yang mendatangkan manfaat serta
menampik mudharat, serta mensucikan jiwa umatnya dari segala macam kotoran,
kemunafikan, dan penyakit-penyakit jiwa.
Hal-hal yang dimohonkan Nabi Ibrahim diatas, mempunyai keserasian
perurutannya. Dimulai dengan permohonan kehadiran rasul yang menyampaikan
tuntunan Allah, yakni membacakan Al-Qur’an, selanjutnya permohonan untuk
mengajarkan makna dan pesan-pesanya, kemudian pengetahuan yang menghasilkan
kesucian jiwa, melalui pengamalan sesuai dengan tuntunan Allah Swt.
Terdapat banyak kaitan antara kandungan ayat 129 dan ayat 151. Pada
ayat 151 menyucikan ditempatkan pada peringkat kedua dari lima macam anugerah
Allah dalam konteks memperkenankan do’a Nabi Ibrahim, yaitu: Rasul dari
kelompok mereka, membacakan ayat-ayat Allah, menyucikan mereka, mengajarkan
al-Kitab dan al-Hikmah, mengajarkan apa yang mereka belum ketahui.
Kalimat mengajarkan apa yang belum mereka ketahui merupakan nikmat
tersendiri, mencakup banyak hal dan melalui berbagai cara. Sejak awal
diturunkannya al-Qur’an telah mengisyaratkan dalam wahyu pertama (iqra’) bahwa
ilmu yang dperoleh manusia diraih dengan dua cara, pertama melalui upaya
belajar mengajar dan yang kedua anugerah langsung dari Allah berupa ilham dan
intuisi.(M. Quraish Shihab, vol,1, 2002, 361).
3.
Surat Luqman ayat 13
øÎ)ur tA$s% ß`»yJø)ä9 ¾ÏmÏZö/ew uqèdur ¼çmÝàÏèt ¢Óo_ç6»t w
õ8Îô³è@ «!$$Î/ ( cÎ) x8÷Åe³9$# íOù=Ýàs9 ÒOÏàtã
“Dan ingatlah ketika luqman berkata kepada anaknya,
diwaktu ia memberi pelajaran kepadanya: Hai anakku, janganlah kamu
mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan Allah adalah benar-benar
kedzaliman yang besar.”[9]
Adapun surat al-Baqarah ayat 129 memuat tentang do’a nabi Ibrahim
As supaya Allah menurunkan di kalangan anak cucu keturunannya seorang Rasul
yang menyampaikan pokok-pokok pendidikan dan pengajaran agar mereka kembali
kepada kesuciannya. Dan Rasul yang dimaksud adalah Nabi Muhammad Saw, beliau
membawa petunjuk pendidikan dan pengajaran untuk dapat mereka pedomani dalam
kehidupannya.
Rasul yang dimohonkan (Nabi Muhammad Saw) bertugas untuk terus
membacakan kepada umatnya ayat-ayat Allah baik berupa wahyu yang diturunkan,
maupun alam raya yang diciptakan, dan terus mengajarkan kepada mereka kandungan
al-Kitab yaitu al-Qur’an, atau tulis baca, dan al-Hikmah yakni Sunnah, atau
kebijakan dan kemahiran melaksanakan hal yang mendatangkan manfaat serta
menampik mudharat, serta mensucikan jiwa umatnya dari segala macam kotoran,
kemunafikan, dan penyakit-penyakit jiwa.
Hal-hal yang dimohonkan Nabi Ibrahim diatas, mempunyai keserasian
perurutannya. Dimulai dengan permohonan kehadiran rasul yang menyampaikan
tuntunan Allah, yakni membacakan Al-Qur’an, selanjutnya permohonan untuk
mengajarkan makna dan pesan-pesanya, kemudian pengetahuan yang menghasilkan
kesucian jiwa, melalui pengamalan sesuai dengan tuntunan Allah Swt.
Terdapat banyak kaitan antara kandungan ayat 129 dan ayat 151. Pada
ayat 151 menyucikan ditempatkan pada peringkat kedua dari lima macam anugerah
Allah dalam konteks memperkenankan do’a Nabi Ibrahim, yaitu: Rasul dari
kelompok mereka, membacakan ayat-ayat Allah, menyucikan mereka, mengajarkan
al-Kitab dan al-Hikmah, mengajarkan apa yang mereka belum ketahui.
Kalimat mengajarkan apa yang belum mereka ketahui merupakan nikmat
tersendiri, mencakup banyak hal dan melalui berbagai cara. Sejak awal
diturunkannya al-Qur’an telah mengisyaratkan dalam wahyu pertama (iqra’) bahwa
ilmu yang dperoleh manusia diraih dengan dua cara, pertama melalui upaya
belajar mengajar dan yang kedua anugerah langsung dari Allah berupa ilham dan
intuisi.
Secara garis besar nasehat dalam ayat tersebut berisi tentang hal-hal
berikut:
1)
Masalah
ketauhidan, yaitu larangan menyekutukan Allah. Walaupun seandainya perintah
menyekutukan Allah datang dari orang tua (ibu dan bapak), maka perintah
tersebut tetap harus ditolak.
2)
Kewajiban
anak untuk berbakti kepada ibu bapaknya dengan cara berlaku santun dan lemah
lembut.
3)
Menyangkut misi
utama kemanusiaan, yaitu berupa kewajiban menegakkan amar ma’ruf dan nahi
munkar.
4)
Membangun
hubungan manusia dengan melakukan perbuatan baik, sikap dan perilaku dalam
pergaulan, serta kesedehanaan dalam berkomunikasi dengan sesama.
Isi nasehat ketiga diatas
mengantarkan pada kejelasan makna bahwa ada patokan fundamental tentang
pendidikan dalam al-Qur’an. Pendidikan dapat disimpulkan sebagai suatu
peristiwa komunikasi yang berlangsung dalam situasi dialogis antara manusia
untuk mencapai tujuan tertentu.
Berdasarkan uraian di atas, dapat
disimpulkan konsep pendidikan menurut Al-Qur’an diarahkan pada upaya menolong
anak didik agar dapat melaksanakan fungsinya mengabdi kepada Allah. Seluruh potensi yang dimiliki anak
didik yaitu potensi intelektual, jiwa dan jasmani harus di bina secara terpadu
dalam keselarasan, keserasian dan keseimbangan yang tergambar dalam sosok
manusia seutuhnya.
BAB III
KESIMPULAN
Pendidikan Islam yang sejalan dengan konsep pendidikan menurut
al-Qur’an terangkum dalam tiga konsep yaitu pendidikan tarbiyah, ta’lim dan
ta’dib. Pendidikan dalam konsep tarbiyah lebih menerangkan pada manusia bahwa
Allah memberikan pendidikan melalui utusan-Nya yaitu Rasulullah Saw dan
selanjutnya Rasul menyampaikan kepada para ulama, kemudian para ulama
menyampaikan kepada manusia. Sedangkan pendidikan dalam konsep ta’lim merupakan
proses tranfer ilmu pengetahuan untuk meningkatkan intelektualitas peserta
didik. Kemudian ta’dib merupakan proses mendidik yang lebih tertuju pada
pembinaan akhlak peserta didik.
Konsep pendidikan menurut al-Qur’an terangkum dalam ayat-ayat yang
berhubungan dengan pendidikan di dalam Kitab al-Qur’an itu sendiri seperti pada
ayat-ayat yang telah dijelaskan yaitu surat al-Baqarah ayat 31-34, 129, dan 151
menjelaskan tentang pelajaran yang diberikan Allah kepada Nabi Adam As, dan
pokok-pokok pendidikan yang diberikan Rasul kepada umatnya. Surat Luqman ayat
13-14 berisi tentang konsep pendidikan utama yakni pendidikan orang tua
terhadap anak.
[1] Departemen
Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Bandung, Gema Risalah
Press, 1992
[2] Tim
Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1989.
[3] Natsir,
Muhammad, Kapita Selekta, Bandung, Gravenhage, 1954
[4] Azra, Azyumardi, Pendidikan Islam, Tradisi
dan Modernisasi Menuju Milenium Baru, Jakarta: Logos, Wacana Ilmu.
[5] Anshari,
Endang Saefuddin, Pokok-Pokok Pikiran tentang Islam, Usaha Enterprise, Jakarta:
1976
[6] Departemen
Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Op Cit.
[7] Departemen
Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Op Cit
[8] Ibid
[9] Ibid.
TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN SAUDARA
Judul: Konsep Pendidikan Islam
Ditulis oleh Unknown
Rating Blog 5 dari 5
Semoga artikel ini bermanfaat bagi saudara. Jika ingin mengutip, baik itu sebagian atau keseluruhan dari isi artikel ini harap menyertakan link dofollow ke https://janganpernahselingku.blogspot.com/2014/04/konsep-pendidikan-islam.html. Terima kasih sudah singgah membaca artikel ini.Ditulis oleh Unknown
Rating Blog 5 dari 5
0 komentar:
Posting Komentar