BELAJAR (Pengertian, Teori dan Jenis-jenis)
Kamis, 03 April 2014
0
komentar
A.
PENDAHULUAN
Belajar adalah suatu kata yang sudah akrab dengan semua
lapisan masyarakat. Bagi para pelajar maupun mahasiswa kata “belajar” merupakan kata yang tidak asing. Bahkan sudah
merupakan bagian yang tidak terpisah dari semua
kegiatan mereka dalam menuntut ilmu dilebaga pendidikan formal. Kegiatan
belajar mereka lakukan setiap waktu sesuai dengan kinginan. Entah malam hari,
siang hari, pagi hari maupun sore hari.
Namun tidak semua orang mengetahui apa itu belajar.
Seandainya dipertanyakan apa yang sedang dilakukan? Tentu saja jawabnya adalah
“belajar”. Sebenarnya dari kata belajar itu ada pengertian yang tersimpan
didalamnya. Pengertian dari kata belajar itulah yang perlu diketahui dan
dihayati sehingga tidak melahirkan pemahaman yang keliru mengenai masalah
belajar.[1]
B.
PENGERTIAN BELAJAR
Menurut James O. Whittaker yang dikutip oleh Syaiful Bahri
Djamarah (2011) merumuskan belajar sebagai proses dimana tingkah laku
ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman.[2]
Menurut Cronbach
belajar yang sebaik-baiknya adalah dengan mengalami, dan dalam mengalami itu si
pelajar menggunakan panca inderanya.[3]
Howard L. Kingskey mengatakan bahwa belajar adalah proses dimana tingkah laku
(dalam arti luas) ditimbulkan atau diubah melalui praktik atau latihan.[4]
Drs. Slameto juga merumuskan pengertian tentang belajar.
Menurutnya belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai
hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.[5]
Belajar adalah suatu proses yang kompleks yang terjadi
pada semua orang dan berlangsung seumur hidup, sejak dia masih bayi hingga
keliang lahat nanti. Salah satu pertanda bahwa seseorang telah belajar adalah
adanya perubahan tingkah laku dalam dirinya. Perubahan tingkah laku tersebut
menyangkut baik perubahan yang bersifat pengetahuan (kognitif) dan keterampilan
(psikomotor) maupun yang menyangkut nilai dan sikap (afektif).[6]
Dari beberapa pendapat yang dikemukakan para ahli
tersebut diatas maka dapat dipahami bahwa belajar adalah suatu kegiatan yang
dilakukan dengan melibatkan dua unsur, yaitu jiwa dan raga. Gerak raga yang
ditunjukan harus sejalan dengan proses jiwa untuk mendapatkan perubahan. Tentu
saja prubahan yang didapat itu bukan prubahan fisik, tetapi perubahan jiwa
dengan sebab masuknya kesan-kesan yang baru. Dengan demikian, maka perubahan
fisik akibat sengatan serangga, patah tangan patah kaki, buta mata dan lain
sebagainya bukanlah termasuk perubahan dalam belajar. Oleh karenanya, perubahan
sebagai hasil dari proses belajar adalah perubahan jiwa yang mempengaruhi tingkah
laku seseorang.
Secara psikologis, belajar dapat didefinisikan sebagai
“suatu usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh suatu perubahan
tingkah laku secara sadar dari hasil interaksinya dengan lingkungan” (Slameto,
1991:2). Definisi ini menyiratkan
dua makna. Pertama, bahwa belajar merupakan suatu usaha untuk mencapai
tujuan tertentu yaitu untuk mendapatkan perubahan tingkah laku. Kedua, perubahan tingkah laku yang terjadi
harus secara sadar. Dengan demikian, seseorang dikatakan belajar apabila setelah
melakukan kegiatan belajar mereka menyadari bahwa dalam dirinya telah terjadi
suatu perubahan. Misalnya, mereka menyadari bahwa pengetahuannya bertambah,
keterampilan meningkat, sikapnya semakin
positif, dan sebagainya. Secara singkat, dapat dikatakan bahwa perubahan
tingkah laku tanpa usaha dan tanpa disadari bukanlah belajar. Dari pengertian
belajar di atas, maka kegiatan dan usaha untuk mencapai perubahan tingkah
laku merupakan proses belajar sedangkan perubahan tingkah laku itu sendiri
merupakan hasil belajar.[7]
Jadi belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa raga untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu
dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif, dan
psikomotor.[8]
C.
TEORI-TEORI BELAJAR
1.
Teori Belajar Behavioristik
Teori belajar behavioristik adalah sebuah teori yang
dicetuskan oleh Gage dan Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Teori ini lalu berkembang menjadi aliran psikologi belajar
yang berpengaruh terhadap arah pengembangan teori dan praktik pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak
sebagai hasil belajar.
Behaviorisme
merupakan salah aliran psikologi yang memandang individu hanya dari sisi
fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek – aspek mental. Dengan kata lain,
behaviorisme tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan
individu dalam suatu belajar. Peristiwa belajar semata-mata melatih
refleks-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai
individu.
Teori ini juga menghasilkan bebeapa hukum belajar,diantaranya :
a)
Connectionism
( S-R Bond) menurut Thorndike.
Dari eksperimen yang dilakukan Thorndike
terhadap kucing menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya:
1)
Law
of Effect; artinya bahwa jika sebuah respons menghasilkan
efek yang memuaskan, maka hubungan Stimulus - Respons akan semakin kuat.
Sebaliknya, semakin tidak memuaskan efek yang dicapai respons, maka semakin
lemah pula hubungan yang terjadi antara Stimulus- Respons.
2)
Law
of Readiness; artinya bahwa
kesiapan mengacu pada asumsi bahwa kepuasan organisme itu berasal dari
pemdayagunaan satuan pengantar (conduction unit), dimana unit-unit ini
menimbulkan kecenderungan yang mendorong organisme untuk berbuat atau tidak
berbuat sesuatu.
3)
Law
of Exercise; artinya bahwa
hubungan antara Stimulus dengan Respons akan semakin bertambah erat, jika
sering dilatih dan akan semakin berkurang apabila jarang atau tidak dilatih.
b)
Classical
Conditioning menurut Ivan Pavlov
Dari eksperimen yang dilakukan Pavlov terhadap
seekor anjing menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :
1)
Law
of Respondent Conditioning yakni hukum
pembiasaan yang dituntut. Jika dua macam stimulus dihadirkan secara simultan
(yang salah satunya berfungsi sebagai reinforcer), maka refleks dan stimulus
lainnya akan meningkat.
2)
Law
of Respondent Extinction yakni hukum
pemusnahan yang dituntut. Jika refleks yang sudah diperkuat melalui Respondent
conditioning itu didatangkan kembali tanpa menghadirkan reinforcer, maka
kekuatannya akan menurun.
c)
Operant
Conditioning menurut B.F. Skinner
Dari eksperimen yang dilakukan B.F. Skinner
terhadap tikus dan selanjutnya terhadap burung merpati menghasilkan hukum-hukum
belajar, diantaranya :
1)
Law
of operant conditining yaitu jika
timbulnya perilaku diiringi dengan stimulus penguat, maka kekuatan perilaku
tersebut akan meningkat.
2)
Law
of operant extinction yaitu jika
timbulnya perilaku operant telah diperkuat melalui proses conditioning itu
tidak diiringi stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan menurun
bahkan musnah.
Reber (Muhibin Syah, 2003) menyebutkan bahwa
yang dimaksud dengan operant adalah sejumlah perilaku yang membawa efek
yang sama terhadap lingkungan. Respons dalam operant conditioning terjadi tanpa
didahului oleh stimulus, melainkan oleh efek yang ditimbulkan oleh reinforcer. Reinforcer
itu sendiri pada dasarnya adalah stimulus yang meningkatkan kemungkinan
timbulnya sejumlah respons tertentu, namun tidak sengaja diadakan sebagai
pasangan stimulus lainnya seperti dalam classical conditioning.
d)
Social
Learning menurut Albert Bandura
Teori belajar sosial atau disebut juga teori observational
learning adalah sebuah teori belajar yang relatif masih baru dibandingkan
dengan teori-teori belajar lainnya. Berbeda dengan penganut Behaviorisme
lainnya, Bandura memandang Perilaku individu tidak semata-mata refleks otomatis
atas stimulus (S-R Bond), melainkan juga akibat reaksi yang timbul sebagai
hasil interaksi antara lingkungan dengan skema kognitif individu itu sendiri.
Prinsip dasar belajar menurut teori ini, bahwa yang dipelajari individu
terutama dalam belajar sosial dan moral terjadi melalui peniruan (imitation)
dan penyajian contoh perilaku (modeling). Teori ini juga masih memandang
pentingnya conditioning. Melalui pemberian reward dan punishment,
seorang individu akan berfikir dan memutuskan perilaku sosial mana yang
perlu dilakukan.
2.
Teori Belajar Kognitifistik Piaget
Piaget merupakan salah seorang tokoh yang
disebut-sebut sebagai pelopor aliran konstruktivisme. Salah satu sumbangan
pemikirannya yang banyak digunakan sebagai rujukan untuk memahami perkembangan
kognitif individu yaitu teori tentang tahapan perkembangan individu. Menurut
Piaget bahwa perkembangan kognitif individu meliputi empat tahap yaitu : (1) sensory motor; (2) pre operational; (3) concrete
operational; (4) formal
operational.
Pemikiran lain dari Piaget tentang proses
rekonstruksi pengetahuan individu yaitu asimilasi dan akomodasi. Dikemukakannya
pula, bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap
perkembangan kognitif peserta didik.
3.
Teori Belajar Humanistik
Menurut
Teori humanistik, tujuan belajar adalah untuk memanusiakan manusia. Proses
belajar dianggap berhasil jika si pelajar memahami lingkungannya dan dirinya
sendiri.
Siswa
dalam proses belajarnya harus berusaha agar nantinya ia
mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Teori belajar ini
berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari
sudut pandang pengamatnya.
Tujuan
utama para pendidik adalah membantu peserta didik
untuk mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing-masing individu untuk
mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu dalam
mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka.
4.
Teori Pemprosesan Informasi dari Robert Gagne
Asumsi yang mendasari teori ini adalah bahwa
pembelajaran merupakan faktor yang sangat penting dalam perkembangan.
Perkembangan merupakan hasil kumulatif dari pembelajaran. Menurut Gagne bahwa
dalam pembelajaran terjadi proses penerimaan informasi, untuk kemudian diolah
sehingga menghasilkan keluaran dalam bentuk hasil belajar. Dalam pemrosesan
informasi terjadi adanya interaksi antara kondisi-kondisi internal dan
kondisi-kondisi eksternal individu. Kondisi internal yaitu keadaan dalam diri
individu yang diperlukan untuk mencapai hasil belajar dan proses kognitif yang
terjadi dalam individu. Sedangkan kondisi eksternal adalah rangsangan dari
lingkungan yang mempengaruhi individu dalam proses pembelajaran.
Menurut Gagne tahapan proses pembelajaran
meliputi delapan fase yaitu, (1) motivasi; (2) pemahaman; (3) pemerolehan; (4)
penyimpanan; (5) ingatan kembali; (6) generalisasi; (7) perlakuan dan (8) umpan
balik.[9]
D.
JENIS-JENIS BELAJAR
Jenis-jenis belajar yang akan kita uraikan berikut ini
merupakan gabungan dari pendapat A. De Block, C. Van Parreren dan Robert M.
Gagne. Jenis-jenis belajar menurut ketiga ahli ini antara lain:
1.
Belajar Arti Kata-kata
Belajar arti kata-kata maksudnya adalah orang
mulai menangkap arti yang terkandung dalam kata-kata yang digunakan. Pada
mulanya suatu kata sudah dikenal, tetapi belum tahu artinya.
Setiap pelajar atau mahasiswa pasti belajar
arti kata-kata tertentu yang belum ia ketahui. Tanpa hal ini maka sukar
menggunakannya. Kalau pun dapat menggunakannya tak urung ditemukan kesalahan
penggunaan. Mengerti arti kata-kata merupakan dasar terpenting. Karena ide-ide
yang terpatri dalam suatu kata atau kalimat hanya dapat dipahami dengan
mengerti arti setiap kata.
2.
Belajar Kognitif
Tak dapat disengkal bahwa belajar kognitif bersentuhan dengan masalah
mental. Obyek-obyek yang diamati dihadirkan dihadirkan dalam diri seseorang
melalui tanggapan, gagasan, atau lambang yang merupakan sesuatu bersifat
mental.
Belajar kognitif penting dalam belajar. Dalam belajar seseorang tidak bisa
melepaskan diri dari kegiatan belajar kognitif. Mana bisa kegiatan mental tidak
berproses ketika memberikan tanggapan terhadap obyek-obyek yang dihadapi.
Sedangkan belajar itu sendiri adalah proses mental yang bergerak kearah
perubahan.
3.
Belajar Mengahafal
Menghafal adalah suatu proses menanamkan suatu
materi verbal didalam ingatan, sehingga nantinya dapat diroduksikan (diingat)
kembali secara harfiah, sesuai dengan materi yang asli. Peristiwa menghafal
merupakan proses mental untuk mencamkan dan menyimpan kesan-kesan, yang
nantinya suatu waktu bila diperlukan dapat diingat kembali.
4.
Belajar Teoretis
Bentuk belajar ini bertujuan untuk menempatkan
semua data dan fakta (pengetahuan) dalam suatu kerangka organisasi mental,
sehingga dapat dipahami dan digunakan untuk memecahkan problem, seperti yang
terjadi dalam bidang-bidang studi ilmiah, maka diciptakan konsep-konsep,
relasi-relasi diantara konsep-konsep dan
struktur-struktur hubunagan. Misalnya, “bujur sangkar” mencakup semua bentuk
persegi empat, iklim dan cuaca berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman, tumbuh-tumbuhan dibagi dalam genus dan
species. Sekaligus dikembangkan metode-metode untuk memecahkan problem-problem secara
efektif dan efisien, misalnya dalam penelitian fisika.
5.
Belajar Konsep
Konsep atau pengertian adalah satuan arti yang
mewakili sejumlah obyek yang mempunyai ciri-ciri yang sama. Orang yang memiliki
konsep mampu memgadakan abstraksi
terhadap obyek-obyek yang dihadapi, sehingga objek ditempatkan dalam
golongan tertentu. Obyek-obyek dihadirkan dihadirkan dalam kesadaran orang
dalam bentuk representasi mental tak terperaga.
6.
Belajar Kaidah
Belajar kaidah termasuk dari jenis belajar kemahiran intelektual, yang
dikemukakan oleh gagne. Belajar kaidah adalah bila dua konsep atau lebih
dihhubungkan satu sama lain, terbentuk suatu ketentuan yang merepresikan suatu
keteratuauran, orang yang telah mempelajari suatu kaidah, mampu menghubungkan
beberapa konsep. Misalnya, seseorang berkata , “besi dipanaskan memuai”. Karena
seseorang telah menguasai konsep dasar mengenai “besi”, “dipanaskan”, dan
“memuai”, dan dapat menentukan adanya suatu relasi yang tetap antara ketiga
konsep dasar itu (besi, dipanaskan, dan memuai), maka dia dengan yakin
mengatakan “besi dipanaskan memuai”.
Kaidah adalah suatu pegangan yang tidak dapat diubah-ubah. Kaidah adalah
merupakan suatu representasi (gambaran) mental dari kenyataan hidup dan sangat
berguna dalam mengatur kehidupan sehari-hari. Hal ini berarti bahwa kaidah
merupakan suatu keteraturan yang berlaku sepanjang masa. Oleh karena itu,
belajar kaidah sangat penting bagi seorang sebagai salah satu upaya penguasaan
ilmu selama belajar disekolah atau diperguruan tinggi (universitas).
7.
Belajar Berpikir
Belajar berpikir sangat diperlukan selama belajar disekolah atau
diperguruan tinggi. Masalah dalam belajar kadang ada yang perlu dipecahkan
seorang sendiri, tanpa bantuan orang lain. Pemecahan atas masalah itulah yang
memerlukan pemikiran. Berpikir itu sendiri adalah kemampuan jiwa untuk
meletakkan hubungan antara bagian-bagian pengetahuan. Ketika berpikir
dilakukan, maka disana terjadi suatu proses. Oleh karena itulah, John Dewey dan Wartheimer memandang berpikir
sebagai suatu proses. Dalam proses itu tekanannya terletak pada penyusunan
kembali kecakapan kognitif (yang bersifat ilmu pengetahuan).
8.
Belajar Keterampilan Motorik (Motor Skill)
Orang yang mempunyai suatu keterampilan
motorik, mampu melakukan serangkaian gerak-gerik jasmani dalam urutan tertentu,
dengan mengadakan koordinasi antara gerak-gerik sebagai anggota badan secara
terpadu. Keterampilan semacam ini disebut “motorik”, karena otot, urat dan
persendian terlibat secara langsung, sehingga keterampilan sungguh-sungguh
berakar dalam kejasmanian. Ciri khas dari keterampilan motorik adalah “otomatisme”, yaitu rangkaian gerak-gerik
berlangsung secara teratur dan berjalan dengan lancar dan supel, tanpa dibutuhkan
banyak refleksi tentang apa yang harus dilakukan dan mengapa diikuti gerak
gerik tertentu.
Dalam kehidupan manusia keterampilan motorik
memegang peran sangat pokok. Seorang anak kecil sudah harus menguasai
keterampilan motorik, seperti mengenakan pakaian sendiri, menggunakan alat-alat
makan, dan sebagainya. Banyak pula tersedia kursus yang mengajarkan berbagai
keterampilan motorik, seperti mengendarai mobil, mengetik, menjahit, dan
sebagainya.
9.
Belajar Estetis
Bentuk belajar ini bertujuan membentuk kemampuan menciptakan dan menghayati
keindahan dalam berbagai bidang kesenian. Belajar ini mencakup fakta, seperti
nama Mozart sebagai pengubah musik klasik; konsep-konsep seperti ritme, tema
dan komposisi; relasi-relasi, seperti hubungan antara bentuk dan isi;
struktur-struktur, seperti sistematika warna dan aliran-aliran dalam seni
lukis; metode-metode, seperti menilai moto dan orginalitas suatu karya seni.[10]
E.
SIMPULAN
Belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa raga untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu
dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif, dan
psikomotor.
Ada banyak jenis belajar yang dikemukakan oleh para ahli
diantaranya, Belajar Arti Kata-kata, Belajar Kognitif, Belajar Mengahafal,
Belajar Teoretis, Belajar Konsep, Belajar Kaidah, Belajar Berpikir, Belajar
Keterampilan Motorik (Motor Skill), Belajar Estetis.
[6] Arief S. Sadiman, (Dkk), Media
Pendidikan: Pengertian, Pengembangan, Dan Pemanfaatannya, (Jakarta:
Pustekkom Dibud Dan Rajagrafidu Persada, 2011), Cet. 15, H.2.
[7] Mulyoto, Perolehan
Dan Penerapan Pengetahuan Dalam Pembelajaran Matematika, (Pdf Adobe Reader:
2010) H. 81-82.
[10]
Syaiful Bahri Djamarah, Op Cit, H. 27-37.
TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN SAUDARA
Judul: BELAJAR (Pengertian, Teori dan Jenis-jenis)
Ditulis oleh Unknown
Rating Blog 5 dari 5
Semoga artikel ini bermanfaat bagi saudara. Jika ingin mengutip, baik itu sebagian atau keseluruhan dari isi artikel ini harap menyertakan link dofollow ke https://janganpernahselingku.blogspot.com/2014/04/belajar-pengertian-teori-dan-jenis-jenis.html. Terima kasih sudah singgah membaca artikel ini.Ditulis oleh Unknown
Rating Blog 5 dari 5
0 komentar:
Posting Komentar