BATAS PENDIDIKAN
Jumat, 04 April 2014
0
komentar
BAB 2
BATASAN
PENDIDIKAN DAN KEMUNGKINAN PENDIDIKAN
A.
BATAS-BATAS PENDIDIKAN
Batas ialah suatu yang menjadi hijab atau ruang lingkup, awal dan
akhir berarti memiliki permulaan dan akhir. Sedangkan pendidikan adalah
pengaktualisasian fitrah insaniyah yang manusiawi dan potensial agar manusia
dapat menyesuaikan dirinya dengan lingkungannya (individual, sosial, religius).
Batasan tentang pendidikan yang dibuat oleh para ahli
beranekaragam, dan kandungannya berbeda yang satu dari yang lain. Perbedaan
tersebut mungkin karena orientasinya, konsep dasar yang digunakan, aspek yang
menjadi tekanan, atau karena falsafah yang melandasinya.
a.
Pendidikan sebagai Proses Transformasi Budaya
Sebagai proses
transformasi budaya, pendidikan diartikan sebagai kegiatan pewarisan budaya
dari satu generasi ke generasi yang lain. Nilai-nilai budaya tersebut mengalami
proses transformasi dari generasi tua ke generasi muda. Ada tiga bentuk
transformasi yaitu nilai-nilai yang masih cocok diteruskan misalnya nilai-nilai
kejujuran, rasa tanggung jawab, dan lain-lain.
b.
Pendidikan sebagai Proses Pembentukan Pribadi
Sebagai proses
pembentukan pribadi, pendidikan diartikan sebagai suatu kegiatan yang
sistematik dan sistemik terarah kepada terbentuknya kepribadian peserta didik.
Proses pembentukan pribadi melalui 2 sasaran yaitu pembentukan pribadi bagi
mereka yang belum dewasa oleh mereka yang sudah dewasa dan bagi mereka yang
sudah dewasa atas usaha sendiri.
c.
Pendidikan sebagai Proses
Penyiapan Warga Negara
Pendidikan
sebagai penyiapan warga Negara diartikan sebagai suatu kegiatan yang terencana
untuk membekali peserta didik agar menjadi warga Negara yang baik.[1]
d.
Pendidikan sebagai Penyimpanan Tenaga Kerja
Pendidikan
sebagai penyimpanan tenaga kerja diartikan sebagai kegiatan membimbing peserta
didik sehingga memiliki bekal dasar untuk bekerja. Pembekalan dasar berupa
pembentukan sikap, pengetahuan, dan keterampilan kerja pada calon luaran. Ini
menjadi misi penting dari pendidikan karena bekerja menjadi kebutuhan pokok
dalam kehidupan manusia.
Tiap proses dalam pendidikan memiliki berbagai keterbatasan, yaitu
:
1.
Batas-batas pendidikan pada peserta didik.
Peserta didik sebagai manusia memiliki perbedaan, dalam kemampuan,
bakat, minat, motivasi, watak, ketahanan, semangat, dan sebagainya. Sehingga
hal tersebut dapat membatasi kelangsungan hasil pendidikan, solusinya pendidik
harus mencari metode-metode pembelajaran sehingga dapat berkembang seoptimal
mungkin.
2.
Batas-batas pendidikan pada pendidik.
Sebagai manusia biasa, pendidik memiliki keterbatasan-keterbatasan.
Namun yang menjadi permasalahan adalah apakah keterbatasan itu dapat ditolerir
atau tidak. Keterbatasan yang dapat ditolerir ialah apabila keterbatasan itu
menyebabkan tidak dapat terwujudnya interaksi antara pendidik dan peserta
didik, misalnya pendidik yang sangat ditakuti oleh peserta didik sehingga tidak
mungkin peserta didik datang berhadapan dengannya. Pendidik yang tidak tahu apa
yang akan menjadi isi interaksi dengan peserta didik, akan menjadikan
kekosongan dan kebingungan dalam interaksi. Serta pendidik yang bermoral,
termasuk yang tidak dapat ditolerir, karena pendidikan pada dasarnya adalah
usaha yang dilandasi moral.[2]
3.
Batas-batas pendidikan dalam lingkungan dan sarana pendidikan.
Lingkungan dan sarana pendidikan merupakan sumber yang dapat
menentukan kualitas dan berlangsungnya usaha pendidikan. Lingkungan dan sarana
yang tidak memadai, akan menghambat berlangsungnyaproses pendidikan. Disini
pendidik harus lebih kreatif dengan memanfaatkan alam sekitar sebagai sumber
proses pembelajaran.
B.
TANGGAPAN ISLAM TERHADAP BATAS-BATAS PENDIDIKAN
Pada dasarnya batas-batas pendidikan menurut Agama Islam mengarah
pada maksud pembatasan nyata dari pendidikan dalam jangka waktu tertentu.
Apakah pendidikan itu seumur hidup atau hanya pada waktu tertentu saja, dalam
peribahasa kita mengenal istilah long live education atau pendidikan sepanjang
hidup, hal ini sesuai dengan hadis nabi yang artinya : “Tuntutlah ilmu itu
sejak buaian sampai ke liang lahat” (H.R. Ibnu Abdul Barri).
Hadis di atas secara eksplisit adalah perintah kepada seluruh umat
Islam untuk menuntut ilmu pengetahuan sejak usia dini sampai ajal hendak
menjemput. Secara implisit, hadis tersebut dipahami bahwa pendidikan tidak
mengenal batas usia, dengan kata lain bahwa proses pendidikan berlangsung
sepanjang hidup manusia, dalam konsep pendidikan Islam, Islam mengajarkan
pendidikan terhadap anak yang baru lahir, bahkan jauh sebelum ia lahir. Ada
sejumlah ritual dalam Islam yang merupakan proses pendidikan terhadap anak,
seperti meng adzankan, mengaqiqahkan, dan lain sebagainya. Paradigma ini nampak
berbeda dengan konsepsi pendidikan yang menunjukan adanya stimulus-respon dalam
proses pelaksanaannya, seperti yang dikemukakan dalam teori belajar Edwin R.
Guthrie, yang mengatakan bahwa rentetan belajar dan menuntut ilmu itu aalah
hasil dari stimulus-respon sebelumnya yang kemudian menjadi perangsang
(stimulus-respon) untuk kegiatan selanjutnya, artinya dalam proses pendidikan
disyaratkan adanya kesadaran si terdidik sehingga memungkinkan munculnya respon
terhadap stimulus yang diberikan pendidik. Berdasarkan pandangan ini, maka
pendidikan memiliki batas nyata, yaitu dimulai ketika seorang anak dapat
memberikan respon terhadap pendidikan yang diberikan sang pendidik.
Permasalahan yang muncul dari konsepsi ini adalah kapankah seorang anak dapat
memberikan respon tehadap proses pendidikan yang diberikan padanya,
permasalahan pun semakin rumit ketika perkembangan fisik dan psikologis setiap
manusia berbeda satu sama lainnya. Permasalahan pun muncul dalam menentukan
batas akhir dari proses pendidikan. [3]Dalam
konsep pendidikan, kedewasaan si terdidik merupakan batas akhir dari suatu
proses pendidikan. Artinya ketika seorang anak sudah dewasa dan mampu menjadi
tuan bagi dirinya sendiri, maka ia telah mencapai batas akhir pendidikan. Namun
pada kenyataannya, perkembangan fisik, kognisi, dan psikologis setiap orang
tidaklah sama, sehingga batas kedewasaan seorang manusia berbeda-beda. Tidak
jarang seorang anak yang kelihatan dengan usia dewasa tapi ada juga seorang
dewasa tapi nampak seorang anak-anak. Melihat adanya ketidakpastian dalam
menentukan batas awal dan akhir proses pendidikan, maka sangat tepat jika
pendidikan Agama Islam memiliki slogan long live education. Sebab pada
kenyataannya manusia membutuhkan pendidikan sejak ia dilahirkan baik pada saat
ia mampu memberikan respon maupun jauh ketika belum mampu memberikan respon,
serta ia ketika dewasa ataupun telah dewasa.[4]
C.
KEMUNGKINAN PENDIDIKAN
Persoalanlainadalahkemungkinandididik.
Persoalanini di ajukan, karenaadanyaberbagaipendapattentangpendidikan.
a)
TutwuriHandayani
Pandanganininampaknyakurangpercayabahwapendidikanakanmampumengubahataumengarahkantingkahlakuseseorang.
b)
Naturalisme
Alirannaturalisme yang dipelopori Rousseau
berpandanganbahwasemuaanakdilahirkanberpembawaanbaik.
c)
Nativisme
Aliraniniberkeyakinanbahwaanak yang barulahirmembawabakat.
d)
Empirisme
Pandanganempirismedari John Locke
menetapkanbahwakeadaanmanusiasaatdilahirkandiumpamakansebagai“ tabula rasa ”.
e)
Konvergensi
AlirankonvergensiberasaldariahlipsikologiberkebangsaanJerman,
bernamaWilliam Stern, yang
berpendapatbahwapembawaandanlingkungankeduanyamembentukperkembanganmanusia.[5]
Sejak dahulu orang
berpendapat, bahwa bakat yang dibawa lahir seseorang belum merupakan kenyataan,
melainkan potensi. Jadi tentaang adanya bakat-bakat tertentu, pendidik tidak
bertanggung jawab. Yang dapat diusahakannya melalui pendidikan, dan hal itu
termasuk ruang lingkup tanggung jawabnya ialah, apa yang telah diperbuatnya
sehubungan dengan bakat yang dimiliki
anak itu? Apakah dibiarkan saja merana ataukah dipupuk dan dikembangkan, dan
bakat mana yang dikembangkan? Seberapa jauhkah bakat yang dimiliki anak didik
itu telah dimanfaatkan dalam rangka pencapaian dan pengisian kedewasaan itu?
Demikian pula dengan jenis kelamin.
Orang tidak dapat diminta pertanggung jawaban tentang jenis kelamin yang
dimilikinya. Mengapa anda menjadi wanita? Mengapa jadi pria? Namun yang dapat
dan harus menjadi pertanggung jawaban pendidik, dan juga tanggung jawab yang
bersangkutan apabila telah dewasa ialah,
seberapa jauhkah ia telah menjadikan kepribadian kelaki-lakian atau
kewanitaanya sebagai “ model “ dalam pengisian dan pencapaian kedewasaannya
sebagai pria dewasa atau wanita dewasa?
Jadi permasalahannya disini bukan
persoalan jenis bakat atau jenis kelaminnya, melainkan dengan situasi seperti
itu seberapa jauhkah pendidikan telah berperan? Apakah pendidikan sudah “
bermanfaat “ secara optimal dalam mendewasakan anak sesuai dengan nilai-nilai
manusiawi?
Sehubungan dengan masalah batas pendidikan
perlu dikemukakan, bahwa batas kemungkinan pendidikan tidak dapat disamaratakan
bagi semua orang. Tidak dapat dikatakan, bahwa untuk semua orang terdapat batas
kemungkinan dididik yang sama. Sebab masing-masing individu bersifat unik. Akan
tetapi secara umum dapat dikatakan, bahwa kemungkinan dididik itu tercapai mana
kala tidak dapat dikembangkan lagi lebih lanjut kehidupan rohaninya khususnya
kehidupan moralnya. Adapun yang menjadi latar belakangnya dapat beraneka ragam.
Mungkin karena bakat bawaannya, mungkin karena potensi kecerdasan yang berbeda,
seperti berbeda dalam potesi kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, dan
kecerdasan spiritual, atau mungkin terdapat kelainan.[6]
BAB 3
PENUTUP
A.
Simpulan
Pendidikan tidak mengenal batas usia, dengan kata lain bahwa proses
pendidikan berlangsung sepanjang hidup manusia, dalam konsep pendidikan Islam,
Islam mengajarkan pendidikan terhadap anak yang baru lahir, bahkan jauh sebelum
ia lahir. Ada sejumlah ritual dalam Islam yang merupakan proses pendidikan
terhadap anak, seperti meng adzankan, mengaqiqahkan, dan lain sebagainya.
Kemungkinan pendidikan tidak dapat disamaratakan bagi semua orang.
Tidak dapat dikatakan, bahwa untuk semua orang terdapat batas kemungkinan
dididik yang sama. Sebab masing-masing individu bersifat unik. Akan tetapi
secara umum dapat dikatakan, bahwa kemungkinan dididik itu tercapai mana kala
tidak dapat dikembangkan lagi lebih lanjut kehidupan rohaninya khususnya
kehidupan moralnya.
[1]http://tarman-revolusimahasiswa.blogspot.com/2011/04/batas-batas-pendidikan.html
[2]Ibet,.
[3]Ibed,.
[4]Ibed,.
[5]http://id.shvoong.com/social-sciences/2191268-kemungkinan-dan-keterbatasan-pendidikan/#ixzz2CSrmEiey
[6]http://gittawulanda.blogspot.com/2012/02/makalah-keharusan-dan-kemungkinan.html
TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN SAUDARA
Judul: BATAS PENDIDIKAN
Ditulis oleh Unknown
Rating Blog 5 dari 5
Semoga artikel ini bermanfaat bagi saudara. Jika ingin mengutip, baik itu sebagian atau keseluruhan dari isi artikel ini harap menyertakan link dofollow ke https://janganpernahselingku.blogspot.com/2014/04/batas-pendidikan_4.html. Terima kasih sudah singgah membaca artikel ini.Ditulis oleh Unknown
Rating Blog 5 dari 5
0 komentar:
Posting Komentar