Konversi Agama
Selasa, 01 April 2014
0
komentar
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Psikologi merupakan
“ Ilmu Jiwa” istilah kata
psikologi berasal dari bahasa Inggris yaitu Psychology yang merupakan
dua akar kata yang bersumber dari bahasa greek (yunani) yaitu psych
yang artinya jiwa dan logos yang artinya “ Ilmu jiwa”. Sarwono
( 1976) juga mengemukakan beberapa definisi psikologi yaitu :
·
Psikologi adalah
ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia dan hewan.
·
psikologi adalah
studi yang mempelajari hakikat manusia.
·
psikologi adalah
ilmu yang mempelajari respon yang diberikan oleh makhluk hidup terhadap
lingkungannya.
Dari
beberapa definisi diatas maka psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari
tingkah laku individu (manusia) dalam interaksi dengan lingkungannya. Psikologi secara umum mempelajari
gejala kejiwaan manusia yang berkaitan dengan pikiran (cognisi),
perasaan (emotion) dan kehendak (conasi).
Psikologi
secara umum dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari gejala jiwa manusia
yang normal, dewasa dan beradab. Sedangkan menurut Robert H. Thouless Psikologi
sekarang dipergunakan secara umum untuk ilmu tentang tingkah laku dan
pengalaman manusia. Jadi definisi
psikologi secara umum yaitu meneliti dan mempelajari kejiwaan yang ada
dibelakangnya. Karena jiwa itu sendiri bersifat abstrak.
Agama adalah masalah yang menyangkut dengan masalah
yang berhubungan dengan kehidupan batin manusia. Agama sebagai bentuk keyakinan
memang sulit untuk diukur secara tepat dan rinci. Agama mengandung arti
ikatan yang harus dipegang dan dipatuhi oleh manusia.
Psikologi agama terdiri dari dua paduan kata,
yakni psikologi dan agama. Kedua kata ini mempunyai makna yang berbeda.
Psikologi diartikan sebagai ilmu yang mempelajari gejala jiwa manusia yang
normal, dewasa dan beradab. (Jalaluddin, 1979: 77). Sedangkan agama memiliki
sangkut paut dengan kehidupan batin manusia. Menurut Harun Nasution, agama
berasal dari kata Al Din yang berarti undang-undang atau hukum, religi (latin)
atau relegere berarti mengumpulkan dan membaca. Kemudian religare berarti
mengikat. Dan kata agama terdiri dari tidak, “gama” pergi yang berarti tetap
ditempat atau diwarisi turun menurun .
Dari definisi tersebut, psikologi agama
meneliti dan menelaah kehidupan beragama pada seseorang dan mempelajari berapa
besar pengaruh keyakinan agama itu dalam sikap dan tingkah laku, serta keadaaan
hidup pada umumnya, selain itu juga mempelajari pertumbuhan dan perkembangan
jiwa agama pada seseorang, serta faktor-faktor yang mempengaruhi keyakinan
tersebut (Zakiyah darajat dikutip oleh Jalaluddin, 2004: 15)
Dari
pengertian psikologi dan pengertian agama dapat disimpulkan bahwa Pengertian Psikologi Agama adalah
ilmu yang mempelajari gejala–gejala kejiwaan manusia yang berkaitan dengan
pikiran , perasaan dan kehendak yang bersifat abstrak yang menyangkut dengan
masalah yang berhubungan dengan kehidupan batin ,manusia yang mempengaruhi
perbuatan–perbuatan manusia dan menimbulkan cara hidup manusia atau ajaran–ajaran
yang diwahyukan Tuhan kepada
Manusia melalui seorang rasul.
Berkaitan
dengan ruang lingkup dari psikologi agama, maka ruang kajiannya adalah mencakup
kesadaran agama yang berarti bagian/ segi agama yang hadir dalam pikiran, yang
merupakan aspek mental dari aktivitas agama, dan pengalaman agama berarti unsur
perasaan dalam kesadaran beragama yakni perasaan yang membawa kepada keyakinan
yang dihasilkan oleh tindakan (amaliah) dengan kata lain bahwa psikologi agama
mempelajari kesadaran agama pada seseorang yang pengaruhnya terlihat dalam
kelakuan dan tindakan agama orang itu dalam hidupnya. (Jalaluddin, 2004: 17).
B.
Rumusan Masalah
Dalam pembahasan makalah yang singkat ini kita akan
membahas mengenai:
1.
Apakah arti
konversi Agama?
2.
Faktor yang menyebabkan terjadinya konversi
agama?
3.
Macam-macam konversi agama?
4.
Proses konversi agama?
BAB II
KONVERSI
AGAMA
A.
Pengertian Konversi Agama
Konfersi agama adalah istilah yang pada umumnya diberikan untuk proses yang menjurus pada
penerimaan suatu sikap keagamaan, proses itu bisa terjadi secara
berangsur-angsur atau secara tiba-tiba. Dan boleh jadi ia mencakup perubahan
keyakinan terhadap beberapa persoalan agama tetapi hal ini akan dibarengi
dengan berbagai perubahan dalam motivasi
terhadap motivasi terhadap periliku dan reaksi terhadap lingkungan sosial.[1]
Konversi agama menurut etimologi konversi
berasal dari kata lain “Conversio” yang berarti: tobat, pindah, dan berubah
(agama). Selanjutnya, kata tersebut dipakai dalam kata Inggris Conversion
yang mengandung pengertian: berubah dari suatu keadaan atau dari suatu agama ke
agama lain (change from one state, or from one religion, to another).
Berdasarkan definisi diatas maka dapat
diartikan bahwa konversi agama mengandung pengertian: bertobat, berubah agama,
berbalik pendirian terhadap ajaran agama atau masuk ke dalam agama.[2]
Konversi
agama menurut terminologi, menurut pengertian ini dikemukakan oleh :
1.
Max Heirich mengatakan bahwa konversi agama
adalah suatu tindakan di mana seseorang atau sekelompok orang masuk atau
berpindah ke
suatu sistem kepercayaan atau perilaku yang
berlawanan dengan kepercayaan sebelumnya.[3]
2.
W.H.Clark mendefinisikan konversi agama
merupakan sebagai suatu macam pertumbuhan atau perkembangan spiritual yang
mengandung perubahan arah yang cukup berarti, dalam sikap terhadap ajaran dan
tindakan agama.[4]
3.
William James mengatakan, konversi agama
merupakan berubah, digenerasikan, untuk menerima kesukaan, untuk menjalani
pengalaman beragama, untuk mendapatkan kepastian adalah banyaknya ungkapan pada
proses baik itu berangsur-angsur atau tiba-tiba, yang dilakukan secara sadar
dan terpisah-pisah, kurang bahagia dalam konsekuensi penganutnya yang
berlandaskan kenyataan beragama.
Selain itu konversi agama yang dimaksudkan
uraian di atas memuat beberapa pengertian dengan ciri-ciri :
a.
Adanya perubahan arah pandangan dan keyakinan
seseorang terhadap agama dan kepercayaan yang dianutnya.
b.
Perubahan yang terjadi dipengaruhi kondisi
kejiwaan, sehingga perubahan tersebut dapat terjadi secara berproses atau
secara mendadak.
c.
Perubahan tersebut tidak hanya berlaku bagi
pemindahan kepercayaan dari satu agama ke agama lain, akan tetapi juga termasuk
perubahan pandangan terhadap agama yang dianutnya sendiri.
d.
Selain faktor kejiwaan dan kondisi lingkungan,
maka perubahan itu pun disebabkan oleh faktor petunjuk dari
Yang Maha Kuasa. [5]
B.
Faktor yang Menyebabkan Terjadinya Konversi
Agama
William James dan Max Heirich mengemukakan
pendapat bahwa konversi agama disebabkan faktor yang cenderung didominasi oleh
lapangan ilmu yang mereka tekuni.[6]
a.
Para ahli agama menyatakan, bahwa yang menjadi
faktor pendorong terjadinya konversi agama adalah petunjuk Illahi. Pengaruh
supernatural berperan secara dominan dalam proses terjadinya konversi agama
pada diri seseorang atau kelompok. Namun demikian,
terasa sulit untuk membuktikan secara empiris tentang faktor ini, walau kita
mempercayai bahwa petunjuk Illahi memegang peran penting dalam perubahan
perilaku keagamaan seseorang. Oleh karena itu, perlu ditelusuri faktor-faktor
lain, baik itu dilihat dari latar belakang sosiologis, faktor kejiwaan maupun
pendidikan yang didapatkan.
b.
Para ahli sosiologi berpendapat, bahwa yang
menyebabkan terjadinya konversi agama adalah pengaruh sosial. Pengaruh sosial
yang mendorong terjadinya konversi itu terdiri dari adanya berbagai faktor
lain:
·
Pengaruh hubungan antar pribadi baik pergaulan
yang bersifat keagamaan maupun nonagama (kesenian, ilmu pengetahuan ataupun
bidang kebudayaan).
·
Pengaruh kebiasaan yang rutin. Pengaruh ini
dapat mendorong seseorang atau kelompok untuk berubah kepercayaan jika
dilakukan seacara rutin hingga terbiasa, misalnya: menghadiri upacara
keagamaan, ataupun pertemuan yang bersifat keagamaan baik pada lembaga formal,
ataupun nonformal.
·
Pengaruh anjuran atau propaganda dari
orang-orang yang dekat, misalnya: karib, keluarga, dan famili.
·
Pengaruh pemimpin keagamaan.
·
Pengaruh perkumpulan berdasarkan hobi.
·
Pengaruh kekuasaan pemimpin.[7]
c.
Para
ahli psikologi menyebutkan faktor psikologis yang menyebabkan terjadinya
konversi. Sebagai contoh adalah tekanan batin, maka akan mendorong seseorang
untuk mencari jalan keluar, yaitu ketenangan batin, atau jiwa yang kosong dan
tidak berdaya kemudian mencari perlindungan kekuatan lain yang mampu memberikan
kehidupan jiwa yang tenang dan tentram. Dengan demikian, terjadinya konversi
tidak hanya didorong oleh faktor luar saja, tapi juga disebabkan faktor intern.
Yang
dapat dikategorikan sebagai faktor intern antara lain:
1)
Kepribadian
Secara psikologis tipe kepribadian tertentu
akan mempengaruhi kehidupan jiwa seseorang. Dalam penelitian William James
ditemukan bahwa tipe melankolis memiliki kerentanan perasaan lebih mendalam
dapat menyebabkan terjadinya konversi dalam dirinya.
2) Pembawaan
Menurut penelitian Guy E. Swanson ditemukan
semacam kecenderungan urutan kelahiran yang mempengaruhi konversi agama. Anak
sulung dan anak bungsu biasanya tidak mengalami tekanan batin. Sementara anak
yang dilahirkan pada urutan tengah atau antara sulung dan bungsu sering
mengalami stres jiwa.
Sedangkan
yang termasuk dalam faktor ekstern antara lain:
1)
Faktor Keluarga.
2)
Faktor
lingkungan tempat tinggal.
Yang
termasuk dalam faktor ini adalah ketersaingan dari tempat tinggal atau
tersingkir dari kehidupan di suatu tempat yang menyebabkan seseorang hidupnya
sebatang kara.
3)
Perubahan
status.
Perubahan
status yang dimaksud dapat disebabkan oleh berbagai macam persoalan, seperti:
perceraian, keluar dari sekolah atau perkumpulan dan lain sebagainya.
4)
Kemiskinan.
Seringkali
terjadi masyarakat awam yang miskin terpengaruh untuk memeluk agama yang
menjanjikan dunia yang lebih baik, seperti kebutuhan sandang dan pangan yang
mendesak.
Menurut Lofland dan Skonovd yang dikutip oleh Nirtafitri
(2007) telah memaparkan enam motif seseorang dalam melakukan konversi, yaitu:
a.
Intellectual,
yaitu individu mencari pengetahuan
melalui buku, televisi, artikel, ceramah dan media lain dimana kontak sosial
tidak terjadi secara signifikan. Individu secara aktip mencari dan
mengeksplorasi berbagai macam alternatif. Kepercayaan tumbuh terlebih dahulu
sebelum berpartisipasi aktif dalam ritual keagamaan dan organisasi.
b.
Mystical,
yaitu motif yang melibatkan
intensitas emosi yang tinggi pada individu. Motif ini pada umumnya terjadi
secara tiba-tiba yang disebabkan oleh pandangan, pendengaran, atau
pengalaman-pengalaman mistis, misalnya individu bertemu dengan Rasulullah,
mendengar suara gaib, dan lain sebagainya.
c.
Eperemental,yaitu
motif yang paling umum terjadi pada abad ke 20, karena adanya kebebasan
beragama. Pada motif ini individu secara aktif mengeksplorasi agama-agama yang
ada dan meliahat keuntungan spiritual yang dapat diperoleh. Individu diminta
untuk tidak mengambil sesuatu dari keyakinan, tapi mencoba teologi, ritual dan
organisasi untuk menemukan apakah sistem tersebut benar (menguntungakan atau mendukung) untuk
dirinya. Misalnya seseorang memasuki agama katolik setelah memasuki beberapa
agama-agama tertentu karena sudah sesuai dengan keinginan yang ia tuju.
d.
Affectional,
yaitu motiv yang didasarkan
pada penekanan ikatan interpersonal pada proses konversi. Ikatan ini terjadi
antara individu pelaku konversi dengan penganut agama yang dituju. Ikatan emosi
ini melibatkan pengalaman personal individu seperti rasa untuk dicintai,
diperhatikan, dan dibesarkan oleh seseorang, kelompok ataupun pemimpin.
Misalnya individu memilih agama tertentu karena merasa telah dibimbing dan
disayangi oleh orang-orang yang memeluk agama tersebut.
e.
Revivalism,
yaitu motif yang menggunakan
konformitas keramaian untuk menimbulkan perilaku. Individu kemudian secara
emosional tergugah sehingga perlaku dan kepercayaan yang baru dapat dimasukan.
Misalnya pada acara pertemuan atau ceramah keagamaan yang dikemas dengan
musik-musik dan motivasi yang menyentuh sisi emosi dari individu, sehingga yang
mendengarkannya akan tergerak untuk melakukan perubahan.
f.
Coercive,
yaitu motif yang menyangkut pencucian otak, dan pendekatan kekerasan terhadap
individu untuk berpartisipasi mengikuti suatu keyakinan. Misalnya pada zaman
penjajahan dibeberapa negara yang memaksa rakyat setempat untuk memeluk agama
tertentu dengan jalan berperang.[8]
C.
Macam-macam Konversi Agama
1.
Perubahan
secara bertahap (Type Valitional)
Yaitu
konversi yang terjadi secara berproses, sedikit demi sedikit, hingga kemudian
menjadi seperangkat aspek dan kebiasaan rohaniah yang baru. Konversi yang
demikian ini sebagian besar terjadi sebagai suatu proses perjuangan batin yang
ingin menjauhkan diri dari dosa karena ingin mendatangkan suatu kebenaran. Tipe
pertama ini dengan motivasi aktif dari pelaku dan intelektual rasional yang
lebih berperan.
2.
Perubahan
secara drastis (Type Self Surrender)
Yaitu
konversi yang terjadi secara mendadak. Seseorang tanpa mengalami proses
tertentu tiba-tiba berubah pendiriannya terhadap suatu agama yang dianutnya.
Perubahan tersebut dapat terjadi dari kondisi tidak taat menjadi taat, dari
tidak kuat keimanannya menjadi kuat keimanannya, dari tidak percaya kepada
suatu agama menjadi percaya. Pada konversi jenis kedua ini, menurut William
James terdapat pengaruh petunjuk Tuhan Yang Maha Kuasa terhadap seseorang.
Sebab, gejala konversi ini terjadi dengan sendirinya pada diri seseorang
sehingga ia menerima kondisi yang baru dengan penyerahan jiwa sepenuhnya.
Dengan kata lain, konversi tipe kedua ini merupakan hidayah atau petunjuk dari
Tuhan.
Masalah-masalah
yang menyangkut terjadinya konversi agama tersebut menurut tinjauan para
psikolog adalah berupa pembebasan diri dan tekanan batin.[9]
D.
Proses Konversi Agama
Proses yang dilalui oleh orang-orang yang
mengalami konversi, berbeda antara satu dengan lainnya, selain sebab yang
mendorongnya dan bermacam pula tingkatnya, ada yang dangkal, sekedar untuk
dirinya saja dan ada pula yang mendalam, disertai dengan kegiatan agama yang
sangat menonjol sampai kepada perjuangan mati-matian. Ada yang terjadi dalam
sekejap mata dan ada pula yang berangsur-angsur. Namun dapat dikatakan, bahwa
tiap-tiap konversi agama itu melalui proses-proses jiwa sebagai berikut:[10]
1.
Masa tenang pertama, masa tenang sebelum
mengalami konversi, di mana segala sikap, tingkah laku dan sifat-sifatnya acuh
tak acuh menentang agama.
2.
Masa ketidaktenangan, konflik dan pertentangan
batin berkecamuk dalam hatinya, gelisah, putus asa, tegang, panik. Baik
disebabkan oleh moralnya, kekecewaan atau oleh apapun juga.
3.
Peristiwa konversi itu sendiri setelah masa
goncang itu mencapai puncaknya, maka terjadilah peristiwa konversi itu sendiri.
Orang merasa tiba-tiba mendapat petunjuk Tuhan, mendapatkan kekuatan dan
semangat.
4.
Keadaan tentram dan tenang. Setelah krisis
konversi lewat dan masa menyerah dilalui, maka timbullah perasaan atau kondisi
jiwa yang baru, rasa aman di hati, tiada lagi dosa yang tidak diampuni Tuhan,
tiada kesalahan yang patut disesali, semuanya telah lewat, segala persoalan
menjadi enteng dan terselesaikan.
5.
Ekspresi konversi dalam hidup. Tingkat terakhir
dari konversi itu adalah pengungkapan konversi agama dalam tindak tanduk,
kelakuan, sikap dan perkataan, dan seluruh jalan hidupnya berubah mengikuti
aturan-aturan yang diajarkan oleh agama.
H.Carrier,
membagi proses konversi agama dalam pentahapan sebagai berikut:
·
Terjadi disentegrasi sintesis kognitif dan
motivasi sebagai akibat dari krisis yang dialami.
·
Reintegrasi kepribadian berdasarkan konversi
agama yang baru.
·
Tumbuh sikap menerima konsepsi agama baru serta
peranan yang dituntut oleh ajarannya.
·
Timbul kesadaran bahwa keadaan yang baru itu
merupakan panggilan suci petunjuk Tuhan.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Konversi
Agama secara etimologi konversi berasal dari kata latin “conversio” yang
berarti tobat, pindah, berubah (agama).Sedangkan konversi agama (religious
conversion) secara umum dapat di artikan dengan berubah agama ataupun masuk
agama. Menurut Thouless (1992), konversi agama adalah istilah yang pada umumnya
diberikan untuk proses yang menjurus kepada penerimaan suatu sikap keagamaan,
proses itu bisa terjadi secara berangsur-angsur atau secara tiba-tiba.
Konversi
agama menyangkut perubahan batin seseorang secara mendasar. Segala bentuk
kehidupan batin yang semula mempunyai pola sendiri berdasarkan pandangan hidup
yang dianutnya secara spontan ditinggalkan sama sekali. Muncul gejala baru
berupa perasaan serba tidak lengkap dan tidak sempurna, perasaan susah yang
ditimbulkan oleh kebimbangan.
Perasaan
yang berlawanan itu menimbulkan pertentangan dalam batin sehingga untuk
mengatasi kesulitan tersebut harus dicari jalan penyalurannya. Ketenangan batin
akan terjadi dengan sendirinya bila yang bersangkutan telah mampu mamilih
pandangan hidup yang baru dalam kehidupan selanjutnya.
Sebagai
hasil dari pemilihannya terhadap pandangan hidup itu maka seseorang tersebut
bersedia dan mampu untuk memastikan diri kepada tuntutan-tuntutan dari
peraturan-peraturan dalam pandangan hidup yang dipilihnya. Makin kuat
keyakinannya terhadap kebenaran pandangan hidup itu akan semakin tinggi pula
nilai bakti yag diberikannya.
DAFTAR PUSTAKA
Daradjat, Zakiyah 2005, Ilmu
Agama, Jakarta: PT. Bulan Bintang
Jalaluddin, 2008. Psikologi Agama. Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada
Sururin, 2004 Ilmu Jiwa Agama, Jakarta:
Raja Grafindo Persada
Nirtafitri, 2007 Gambaran
Resiliensi, PDF Adobe Reader
[4] Sururin, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta:
Raja Grafindo Persada. 2004), h. 104
[5] Ibid, h.
105
[6] Jalaluddin, Psikologi Agama, op.
Cit, h. 259
[8] Nirtafitri, Gambaran Resiliensi, (PDF
Adobe Reader, 2007), th.
[1]Robert H. Thouless, Pengantar Psikologi Agama,
(Jakarta: RajaGrafido Persada, 2000), Cet. 3, H. 189.
[2] Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta:
Raja Grafindo Persada. 2002), h. 257
TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN SAUDARA
Judul: Konversi Agama
Ditulis oleh Unknown
Rating Blog 5 dari 5
Semoga artikel ini bermanfaat bagi saudara. Jika ingin mengutip, baik itu sebagian atau keseluruhan dari isi artikel ini harap menyertakan link dofollow ke https://janganpernahselingku.blogspot.com/2014/04/konversi-agama.html. Terima kasih sudah singgah membaca artikel ini.Ditulis oleh Unknown
Rating Blog 5 dari 5
0 komentar:
Posting Komentar